RME

Pendidikan Matematika Realistik
Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia.

A Guide Tour” (Marpaung, 2004) menyebutkan prinsip-prinsip PMRI yaitu :
 (1) Prinsip Aktivitas
 Prinsip ini menyatakan bahwa aktivitas matematika paling banyak dipelajari dengan melakukannya sendiri.
 (2) Prinsip Realitas
 Prinsip ini menyatakan bahwa pembelajaran matematika dimulai dari masalah-masalah dunia nyata yang dekat dengan pengalaman siswa (masalah yang realitas bagi siswa).
 (3) Prinsip Perjenjangan
 Prinsip ini menyatakan bahwa pemahaman siswa terhadap matematika melalui berbagai jenjang; dari menemukan (to invent), penyelesaian masalah kontekstual secara informal ke skematisasi, ke perolehan insign dan selanjutnya ke penyelesaian secara formal.
 (4) Prinsip Jalinan
 Prinsip ini menyatakan bahwa materi matematika di sekolah sebaiknya tidak dipecah-pecah menjadi aspek-aspek (learning strands) yang diajarkan terpisah-pisah.
 (5) Prinsip Interaksi
 Prinsip ini menyatakan bahwa belajar matematika dapat dipandang sebagai aktivitas sosial selain sebagai aktivitas individu.
 (6) Prinsip Bimbingan
 Prinsip ini menyatakan bahwa dalam menemukan kembali (reinvent) matematika siswa perlu mendapat bimbingan.

De Lange mengungkapkan bahwa teori PMRI terdiri dari 5 (lima) karakteristik (Zulkardi, 1999) yaitu ;
 (1) Penggunaan konteks nyata (real context) sebagai starting point dalam pembelajaran untuk dieksplorasi.
 (2) Penggunaan model-model.
 (3) Penggunaan hasil belajar siswa dan kontruksi.
 (4) Interaksi dalam proses belajar atau interaktivitas.
 (5) Keterkaitan (connection) dalam berbagai bagian dari materi pelajaran.

Kekhususan Pendidikan Matematika Realistik
Pembelajaran menurut Pendidikan Matematika Realistik mempunyai beberapa kekhususan sebagai berikut
a. Pengenalan konsep-konsep matematis baru dilakukan dengan memberikan kepada murid-murid realistic contextual problem (masalah kontekstual yang realistik).
b. Dengan bantuan guru atau bantuan temannya, murid-murid dipersilakan memecahkan masalah kontekstual yang realistik itu. Dengan demikian, diharapkan murid-murid re-invent (menemukan) konsep atau prinsip-prinsip matematis atau menemukan model.
c. Setelah menemukan penyelesaian, murid-murid diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian mereka (yang biasanya ada yang berbeda, baik jalannya maupun hasilnya).
d. Murid-murid dipersilakan untuk merefleksi (memikirkan kembali) apa yang telah dikerjakan dan apayang telah dihasilkan; baik hasil kerja mandiri maupun hasildiskusi.
e. Murid juga dibantu agar mengaitkan beberapa isi pelajaran matematika yang memang ada hubungannya.
f. Murid-murid diajak mengembangkan, atau memperluas, atau meningkatkan, hasil-hasil dari pekerjajannya, agar menemukan konsep atau prinsipmatematis yang lebih rumit.
g. Menekankan matematika sebagai kegiatan bukan sebagai hasil yang siap pakai. Untuk mempelajari matematika sebagai kegiatan, cara yang cocok adalah learning by doing (belajar dengan mengerjakan matematika).

Treffers mengklasifikasikan pendidikan matematika berdasarkan horizontal dan vertikal mathematization (matematisasi) ke dalam empat type:
  •    mechanistic, atau ‘pendekatan traditional’, yang didasarkan pada ‘drill-practice’ dan pola atau pattern, yang menganggap orang seperti komputer atau suatu mesin (mekanik). Pada pendekatan, baik horizontal dan vertikal mathematization tidak digunakan.
  •    empiristic, dunia adalah realitas, dimana siswa dihadapkan dengan situasi dimana mereka harus menggunakan aktivitas horizontal mathematization. Treffer (1991) mengatakan bahwa pendekatan ini secara umum jarang digunakan dalam pendidikan matematika.
  • structuralist, atau ‘Matematika modern’, didasarkan pada teori himpunan dan game yang bisa dikategorikan ke horizontal mathematization tetapi di tetapkan dari dunia yang dibuat secara ‘ad hoc’, yang tidak ada kesamaan dengan dunia siswa.
  • realistic, yaitu pendekatan yang menggunakan suatu situasi dunia nyata atau suatu konteks sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Pada tahap ini siswa melakukan aktivitas horizontal mathematization. Maksudnya siswa mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentfikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut. Kemudian, dengan menggunakan vertical mathematization siswa tiba pada tahap pembentukan konsep.

Sebagai ilustrasi berikut ini contoh soal menggunakan kelima karakteristik RME untuk mengajarkan konsep pembagian di Sekolah Dasar pada usia 8 atau 9 tahun. Guru mengenalkan masalah yang konteksnya real yaitu: Rapat Orang tua/ Wali Murid.
Malam ini akan ada 81 orang tua / wali murid akan datang ke sekolah. Ênam orang akan didudukkan pada satu meja. Berapa meja yang dibutuhkan?
  •  Guru menggambarkan petunjuk berupa sketsa meja sebagai model pada papan tulis
  • ·        Siswa mulai bekerja dalam suatu group 3 atau 4 orang. Guru berjalan keliling kelas bertanya seadanya tentang proses memecahkan masalah. Siswa senang sekali akan proses belajar seperti ini. Setelah sekitar 10 menit, guru mengakhiri bagian pelajaran ini. Siswa di minta untuk menunjukkan dan menjelaskan solusinya dalam diskusi yang interaktif. Austin hanya menyalin sketsa yang ada di papan tulis sebanyak yang ia butuhkan untuk mendudukkan orang tua / wali murid
  • ·         Siswa lain, Ilma, memulai dengan cara yang sama, tetapi setelah menggambar dua sketsa meja, ia mengubah ke sketsa yang lebih representatif: segi empat dengan angka 6. Setelah menggambar dua meja dia sadar bahwa lima meja sama dengan 30. Jadi melalui 30 ke 60 dan 72 serta 78. Dan akhirnya ia menambahkan tiga kursi pada meja terakhir.
  • ·         Siswa ke tiga, Rizha, mempunyai jawaban yang lebih jauh dalam matematisasi masalah. Meskipun dia mulai dengan menggambar meja sebagai model, namun ia segera menggunakan konsep perkalian yang ia baru pelajari pada pelajaran yang lalu
  • ·         Ia tulis 6 x 6 = 36 dan didobelkannya 36 ke 72 ditambahkannya 2 meja tadi untuk mendapatkan kapasitas 84. Selesai  
*    Jika kita lihat ketiga macam solusi (dan tentunya banyak solusi lain) kita catat adanya suatu perbedaan level 'real' matematika pada soal 'real-world' ini. Banyak guru akan mendebat bahwa jawaban pertama tidak ada matematikanya sama sekali. Tetapi visualisasi dan skematisasi (contoh informal matematika) adalah alat yang sangat penting dan berguna dalam matematisasi. Solusi ketiga, terkaitnya antara konsep perkalian dengan konsep baru yaitu pembagian, membuat matematika lebih jelas dan bisa dikategorikan kepada formal matematika.


Penutup
Telah di uraikan bahwa RME merupakan suatu teori atau pendekatan baru dalam dunia pendidikan matematika yang mulai di sosialisasikan di Indonesia. Sebagai suatu inovasi, RME merupakan suatu hal yang menjanjikan untuk dipakai dalam meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah.

Sumber :
http://maskiazizah.wordpress.com
http://www.reocities.com/ratuilma/paper/Semarang.html